Di antara amanah besar yang telah Allah berikan kepada ummat manusia adalah bumi beserta isinya. Semuanya diciptakan oleh Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sekalipun manusia bukanlah pemilik bumi beserta isinya, namun Allah telah mengamanatkannya kepada kita (ummat manusia) untuk memelihara dan memakmurkannya dengan nilai-nilai luhur yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
Dalam al Qur’an Surat Hud ayat 61 Allah SWT berfirman : هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا ۞ “Dialah (Allah) yang telah menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmurnya”.
Kemudian dalam Surat Al Ahzab ayat 72 disebutkan:
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ ۞
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh”.
Bumi beserta isinya ini adalah amanah dari Allah SWT yang harus kita jaga, kita lestarikan dan kita makmurkan bersama. Maka kesadaran untuk mengimplementasikan ekologi, hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, termasuk interaksi antar makhluk hidup dan interaksi antara makhluk hidup dengan faktor abiotik (non-hidup) seperti air, udara, tanah dan tumbuh-tumbuhan adalah merupakan tugas dan tanggung jawab bersama setiap individu manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi, itu artinya menjadi wakil Allah SWT untuk memakmurkan dan menjaga bumi beserta segala isinya, dengan berlandaskan pada ajaran agama dan nilai-nilai keadilan.
Hal ini mencakup menjaga kelestarian lingkungan, menegakkan keadilan, membangun peradaban, serta beribadah dan menjalankan syariat Allah SWT, dengan tujuan untuk menggapai kemashlahatan bersama serta meraih ridla Allah SWT.
Sebagai khalifatullah fil ardl, manusia dibekali dengan potensi akal pikiran, kemampuan untuk berinovasi, serta kesadaran moral dan spiritual untuk bertindak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan bahkan atas kehendak Allah SWT apapun yang ada di muka bumi semuanya tunduk kepada manusia. Sebesar apapun gajah, sekuat dan sebuas apapun singa yang mendapat julukan si raja hutan dan secerdik apapun binatang, semuanya tunduk dan di bawah kendali manusia.
Allah SWT berfirman :
اَلَمْ تَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَاَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهٗ ظَاهِرَةً وَّبَاطِنَةً ۗوَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّجَادِلُ فِى اللّٰهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَّلَا هُدًى وَّلَا كِتٰبٍ مُّنِيْرٍ ٢٠
“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu. Dia (juga) menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan batin untukmu. Akan tetapi, di antara manusia ada yang membantah (keesaan) Allah tanpa (berdasarkan) ilmu, petunjuk, dan kitab suci yang menerangi”. (QS. Luqman : 20)
Kita perlu menyadari bahwa menjaga lingkungan bukanlah isu modern semata, melainkan nilai ajaran Islam yang telah tertanam sejak wahyu pertama diturunkan. Bahkan Rasulullah SAW pun telah mencontohkan dan menyerukan kepedulian terhadap kebersihan dan keindahan lingkungan.
Dalam sebuah hadits, Beliau bersabda :إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ، كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ، جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ، فَنَظِّفُوا أَفْنِيَتَكُمْ
“Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu,” (HR Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain disebutkan :
تَنَظَّفُوْا بِكُلِّ مَا اِسْتَطَعْتُمْ فَاِنَ اللهَ تَعَالَي بَنَي الاِسْلاَمَ عَلَي النَظَافَةِ وَلَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ اِلاَ كُلُّ نَظِيْفٍ
“Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta’ala membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang bersih,” (HR Ath-Thabrani)
Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan lewat sabda, tetapi juga melalui keteladanan, contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Beliau melarang keras segala bentuk perilaku yang merusak lingkungan, bahkan tindakan sekecil apapun, seperti buang air sembarangan di tempat umum pun menjadi perhatian Beliau. Salah satunya adalah larangan membuang hajat di air yang tenang, karena hal itu dapat mencemari sumber air yang digunakan oleh banyak orang. Dalam sebuah riwayat yang shahih Beliau bersabda :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ (رواه البخاري ومسلم)
“Janganlah salah seorang dari kalian buang air kecil di air yang tidak mengalir, kemudian mandi di dalamnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan prinsip perlindungan lingkungan jauh sebelum istilah “pencemaran” dikenal secara luas. Islam memandang tindakan merusak lingkungan sebagai bagian dari bentuk kedzaliman. Bahkan, dalam syariat, perbuatan menjaga dan merawat alam, seperti menanam pohon dipandang sebagai amal saleh yang bernilai pahala. Beliau bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ، أَوْ إِنْسَانٌ، أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tidaklah seorang Muslim menanam suatu tanaman atau menanam pohon, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, kecuali akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari)
Para ulama telah menegaskan bahwa menjaga bumi adalah bagian penting dari ajaran Islam. Salah seorang ulama besar, Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam dalam kitabnya “Qawa‘idul Ahkam” menyebutkan bahwa menolak kerusakan adalah bagian dari tujuan utama syariat Islam. Beliau menyatakan : دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَىٰ جَلْبِ الْمَصَالِحِ “Menolak kerusakan lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatan.”
Oleh karenanya, menjaga lingkungan hidup, melindungi alam dari pencemaran dan kerusakan, termasuk bagian dari tujuan utama ditetapkannya syariat (maqashidusy Syariah), karena ia mencakup lima hal mendasar, yaitu : Hifdzun Nafsy, yang berarti menjaga jiwa dari bahaya pencemaran dan bencana lingkungan, Hifdzul Mal, yang berarti melindungi harta dari kerugian ekonomi akibat kerusakan ekologis, Hifdzud Din, yang berarti menjaga agama, karena merusak alam berarti melanggar perintah Allah dan menyelisihi amanah-Nya.
Hifdzun Nasl, yang berarti melindungi keberlangsungan hidup generasi mendatang yang juga berhak atas bumi yang bersih, Hifdzul ‘Aqly, yang berarti melindungi akal, karena polusi dapat merusak kesehatan fisik maupun mental manusia.
Dalam kitab Ri’ayatul Bi’ah, Syekh Yusuf Qardhawi juga menegaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk membangun dan memperbaiki bumi, bukan merusaknya. Dalam salah satu bab yang berjudul : الْمُحَافَظَةُ عَلَى الْبِيئَةِ مِنَ الْإِتْلَافِ “Menjaga lingkungan dari kerusakan.”
Beliau menyatakan bahwa merusak lingkungan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah dan pengingkaran terhadap fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi.
Alhamdulillah, dalam rangka mengimplementasikan perintah agama untuk menjaga kelestarian lingkungan, yang merupakan bagian dari ibadah dan tanggung jawab keagamaan, Kementerian Agama RI telah mengeluarkan kebijakan yang mendorong penerapan prinsip-prinsip ekoteologi di lingkungan kerja dan satuan kerja di seluruh Indonesia. Dengan harapan hal ini akan mendorong dan memotivasi kesadaran seluruh ummat beragama, seluruh masyarakat dan komponen bangsa untuk bersama-sama peduli dalam menjaga kelestarian alam (lingkungan). Konsep yang menggabungkan keimanan dan nilai-nilai agama sebagai dasar (fondasi) untuk menjaga kelestarian alam (lingkungan) sebagai bagian dari tugas kekhalifahan di muka bumi. Yang meliputi : Memahami hubungan manusia dengan alam, pelestarian lingkungan sebagai ibadah, Pertaubatan ekologis, Penerapan dalam kehidupan sehari-hari, Gerakan penanaman sejuta pohon, Rumah ibadah ramah lingkungan dan Pemdidikan ekoteologi.
Sebagai tindak lanjut, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang mencanangkan program “Melati” yang merupakan singkatan dari “Madrasah Ekoteologi Lestarikan Alam dan Tingkatkan Iman”. Program ini bertujuan untuk melestarikan alam dan meningkatkan keimanan melalui pendidikan di madrasah. Program ini menggabungkan pendidikan lingkungan dengan nilai-nilai keagamaan, mengajak siswa madrasah untuk menanam dan merawat pohon sebagai bentuk ibadah dan kepedulian terhadap lingkungan.
Alam ini adalah amanah dari Allah. Maka jangan biarkan sampah berserakan, air tercemar, atau pohon ditebang sembarangan tanpa kendali. Ingatlah bahwa semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT pada hari kiamat.
Marilah kita mulai dari diri sendiri, dari rumah kita, dan dari lingkungan terdekat kita, untuk menjadi Muslim yang bertakwa, peduli dan cinta terhadap bumi ini. Semoga langkah kecil kita menjaga alam, menjadi bagian dari amal shalih yang diberkahi oleh Allah SWT, kita nikmati hasilnya, dan kita wariskan untuk generasi kita mendatang, amin ya Mujibas Sailin.
Penulis : Moh. Mukhlisin, S.Ag. (Penyuluh Agama Islam)
Editor: Iqo Shofwa



