Rembang – Menjadi pesantren tradisional yang akomodatif terhadap kehidupan masyarakat sekitar adalah gambaran dari Pondok Pesantren Kauman, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Pesantren ini tak serta merta ada, tapi dibangun atas permintaan dari masyarakat.
Adalah KH Muhammad Zaim Ahmad Ma’shoem, pendiri dari Ponpes Kauman Lasem ini. Pria yang akrab disapa Gus Zaim ini bercerita, awalnya beliau tidak berniat untuk mendirikan pesantren. “Saya pindah di sini sekitar tahun 2000. Kala itu saya niatnya hanya pindah rumah bersama keluarga. Dari Ponpes Al-Hidayat, Soditan Lasem, kemudian saya hijrah dan membeli rumah Tionghoa di kawasan Pecinan, Desa Karangturi, Lasem,” kisah Gus Zaim ketika acara Sarasehan Moderasi Beragama beberapa waktu lalu.
“Saat itu saya hanya punya dua kamar. Tapi para alumni santri Al-Hidayat ingin menitipkan santrinya di kediaman kami. Akhirnya pada tahun 2005-2006 jumlah santri sudah mencapai 60 orang. Mau tidak mau saya harus membangun gotakan (kamar),” kisah Gus Zaim.
Akhirnya saya beli lumbung padi dari desa untuk gothakan. Jadi kalau pesantren saya ini terkesan unik banyak lumbung padi, ini bukan maksud saya agar terlihat unik, tapi memang kebutuhan kami pada waktu itu,” paparnya.
Seiring dengan waktu, atas bantuan dari donatur, pesantren ini dapat dibangun. “Tahun 2007 ada seorang donatur yang mau menginfaqkan hartanya untuk pembangunan pesantren kami,” ujarnya.
Nama pesantren Kauman terlahir atas sebutan dari warga. Gus Zaim mengaku tidak memberi nama khusus. Ada yang menyebut pesantren Karangturi, karena terletak di Desa Karangturi. Ada yang menyebut pesantren Pecinan karena terletak di tengah masyarakat Pecinan. Ada pula yang menyebut pesantren Kauman, karena terletak di dukuh Kauman, berdekatan dengan kawasan Masjid Jami’ Lasem.
“Jadi dari awal berdiri hingga tahun 2007 saya biarkan mengalir tanpa ada nama pesantren. Kemudian dari beberapa nama yang muncul, nama yang paling sering disebut adalah Ponpes Kauman. Jadi nama pesantren kami diberikan oleh masyarakat,” kata Gus Zaim.
Meskipun berada di tengah-tengah kawasan Pecinan dan bersebelahan dengan penduduk Kauman sekitar Masjid Jami’ Lasem, namun kehidupan santri bisa membaur dengan masyarakat, baik etnis Tionghoa maupun Jawa.
Bahkan di pesantren ini, gapura pesantren ini dihias dengan kaligrafi Arab dan China. Sehingga, nuansa Arab-China menyatu.
Pesantren toleran
Gus Zaim mengeklaim, pesantren Kauman Lasem ini merupakan pesantren tradisional yang dibangun oleh masyarakat. Sehingga, toleransi terhadap penduduk sekitar cenderung tinggi. “Pesantren tradisional adalah pesantren yang tidak muncul tiba-tiba. Kami ia dibangun dari masyarakat. Sehingga bisa beradaptasi dan menyatu dengan masyarakat,” tuturnya.
Gus Zaim juga membuat tagline untuk Ponpes Kauman sebagai Ponpes yang ramah. “ Seluruh lembaga kami dari PAUD hingga MA mempunyai penciri mulikultural, pesantren Ramah. Ini pas karena kami berada di tengah-tengah kampung Pecinan. Di sini, se RW hanya 4 keluarga yang bukan China,” ungkap Gus Zaim.
Bagi Gus Zaim, menjalankan agama yang diajarkan oleh Rasulullah Saw adalah dengan menunjukkan perilaku. Bukan dengan bendera agama. “Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah ketika berhijrah ke Madinah. Tidak membentuk negara Islam, karena memang ada sebagian warga yang beragama lain. Namun beliau mendirikan ‘daarussalam’ sebagai penghargaan kepada warga yang beragama lain,” pungkas Gus Zaim. — iq