Lasem– Kecamatan Lasem boleh dibilang sebagai kota kecil yang toleran akan kehidupan umat beragama. Toleransi ini sudah terbukti sejak zaman dahulu, di kala masyarakat Lasem berjuang bersama-sama melawan penjajah Belanda.
Hal ini terungkap dalam dalam acara rapat koordinasi dan forum silaturahim Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang diselenggarakan di Omah Abang (Red House), pada Rabu (22/11).
Bertindak sebagai narasumber adalah Wakapolres Rembang, Kompol Pranandya Subiyakto dan Dewan Penasihat FKUB yang juga Kasubbag Tata Usaha Kankemenag Kabupaten Rembang, Mohammad Ali Anshory. Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 100 peserta yang terdiri atas unsur Muspika Lasem, Gema FKUB, tokoh agama dan tokoh masyarakat Kecamatan Lasem, Sluke, dan Pancur, penyuluh PNS se-Kabupaten Rembang, penyuluh no PNS se-Kecamatan Lasem, dan undangan lainnya.
Sholahudin Fatawi, tokoh agama Islam yang juga pengurus FKUB mengutarakan sejarah Perang Kuning yang merupakan bentuk perlawanan rakyat Lasem-Rembang dan sekitarnya terhadap kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Lasem (1750).
Dalam peperangan ini, rakyat Lasem yang dikomandani oleh Kiai Ali Baidlawi (muslim) bersama dengan Oei Ing Kiat (Tionghoa) dan Panji Margono (Pribumi) bersatu padu untuk melawan penjajah Belanda. Kerjasama ketiga tokoh yang berasal dari etnis dan agama yang berbeda, lanjut Sholahudin, menunjukkan rakyat Lasem tidak memandang perbedaan keberagamam etnis dan agama untuk mencapai tujuan bersama meraih kemerdekaan.
Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, Atho’illah dalam sambutan pembukaannya mengatakan, ada beberapa hal yang harus diupayakan untuk menjaga integrasi bangsa Indonesia. Antara lain, menciptakan dan memelihara toleransi antar umat beragama, mengupayakan kesetaraan hak dan kewajiban semua elemen masyarakat, dan bekerjasama tanpa mempermasalahkan unsur agama. — ss