Rembang—Ribuan santri tampak memadati masjid agung Rembang guna mengikuti acara pemberangkatan santri untuk menghadiri Peringatan Hari Santri Nasional, 22 Oktober mendatang di Jakarta. Acara ini berlangsung pada Senin (19/10) dengan diikuti pula oleh organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh ulama sekitar.
Sementara di alun-alun tampak beberapa marchingband dari sekolah dan madrash di Rembang membawakan musik shalawat dan lagu-lagu daerah, sembari menunggu rombongan santri dari Jawa Timur dan Lasem.
Acara pemberangkatan tersebut dibuka langsung oleh Penjabata Bupati Rembang, Suko Mardiono. Beliau secara resmi juga memberangkatan santri Rembang menuju Jakarta. Acara ini juga diisi oleh sambutan dari Ketua PCNU Rembang selaku penyelenggara, Sunarto, pembacaan tahlil oleh KH Chatib Mabrur, dan tausiyah oleh KH Chazim Mabrur.
Dalam sambutannya, Sunarto memaparkan sejarah tanggal 22 Oktober dijadikan sebagai Hari Santri Nasional. Pada 22 Oktober 1945, para ulama yang dimotori oleh KH Hasyim Asy’ari berkumpul di Surabaya untuk mengambil langkah penjajah yang masuk lagi di wilayah NKRI. Dari pertemuan tersebut, diputuskan bahwa melawan penjajah hukumnya adalah fardlu ‘ain. Lantas pada tanggal 10 November 1945 meletuslah perlawanan terhadap penjajah dan diperingati sebagai hari Pahlawan. “Saat itu banyak para ulama yang menjadi syuhada di medan perang,” kata Sunarto.
Oleh karena itu, pantaslah para ulama mengusulkan tanggal 22 Oktober sebagai hari Santri Nasional. Momen ini diharapkan menjadi sejarah tersendiri, bahwa para ulama dan santri mempunyai andil besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan NKRI. “Dan ini harus dilanjutkan oleh para santri, utamanya untuk melawan berbagai hal-hal yang merongrong kemerdekaan Indonesia saat ini, seperti radikalisme, terorisme, komunisma, dan lainnya,” tandasnya.
Sementara Suko menambahkan, santri diharapkan mampu menjadi gawang moral atas dekandensi moral yang kian memprihatinkan sekarang ini. Santri pula harus turut memerangi kemiskinan, kelemahan ekonomi rakyat, dan hal-hal negatif yang menghambat pembangunan.
Sebelum berangkat menuju Jakarta, para santri terlebih dahulu sowan ke ponpes Al-Anwar Sarang (KH Maemoen Zubair), Ponpes AL-Hidayat Lasem (Alm. KH Makshum), dan ponpes Radlatut Thalibin Leteh, Rembang (KH Musthofa Bisri).
Dalam sambutannya, Gus Mus berharap hari Santri Nasional ini mampu membuka sejarah, bahwa para ulama merupakan salah satu pejuang utama kemerdekaan RI, yang hingga kini belum pernah tercatat di sejarah nasional.—Shofatus Shodiqoh