Rembang—Lembaga pendidikan non formal kini tak lagi bisa dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Karena santri di ponpes ini kini telah memiliki kesempatan yang sama, utamanya bagi yang ingin meraih gelar sarjana.
Hal ini utamanya setelah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meresmikan 13 Mahad Aly (Perguruan Tinggi Keagamaan berbasis pesantren), pada 30 Juni lalu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.
Kepala Kementerian Agama Kabupaten Rembang melalui Kepala Seksi PD Pontren, Musthofa yang turut menghadiri peresmian tersebut mengatakan, diakuinya Mahad Aly sebagai lembaga perguruan tinggi yang akan memberikan gelar sarjana bagi lulusannya, menunjukkan akses untuk memiliki kesetaraan bagi santri di lembaga pendidikan non formal kini sudah terbuka semakin luas.
Dari 13 Mahad Aly tersebut, PP Al-Anwar yang terpilih diresmikan. Musthofa mengatakan, dengan program takhasus (Tasawwuf dan Tarekat) (Tashawwuf wa Thariqatuhu) di Mahad Aly Al-Anwar tersebut, masyarakat Rembang dan sekitarnya, bahkan hingga ke pelosok Indonesia tak ragu lagi untuk mempercayakan pendidikan putra-putrinya di pesantren. “Apalagi kini beberapa pesantren sudah diakui memiliki status sebagai perguruan tinggi berbasis keagamaan seperti Al-Anwar Sarang,” kata Musthofa.
Selain Al-Anwar, juga diresmikan Mahad Aly Mahad Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh, Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Jateng), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu). “Jadi di Jawa Tengah, ada dua Mahad Aly yang sudah diakui sebagai perguruan tinggi,” kata Musthofa.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Menag, Mahad Aly adalah perguruan tinggi keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) berbasis kitab kuning yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. Kitab kuning yang dimaksud adalah kitab keislaman berbahasa Arab yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren. Adapun tujuan Mahad Aly adalah menciptakan lulusan yang ahli dalam bidang ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin), dan mengembangkan ilmu agama Islam berbasis kitab kuning.—Shofatus Shodiqoh