Ekosistem Halal Indonesia Lebih dari Cukup, BPJPH: Optimalkan Pemangku Kepentingan
Ekosistem halal Indonesia memiliki potensi besar alias lebih dari cukup. Persoalannya bagaimana mengoptimalkan potensi itu menjadi kekuatan untuk mendukung Indonesia sebagai produsen halal dunia. Ditambah dengan modal halal yang dimiliki Indonesia baik modal insani (human capital), modal sosial, modal demografik dan sebagainya, sinergi seluruh pemangku kepentingan halal akan memperkuat ekosistem halal Indonesia.
Plt Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Mastuki, mengungkapkan hal itu saat gelaran Muhadatsah Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Edisi Ketiga dengan tema “Ekosistem Sertifikasi Jaminan Produk Halal: Menjawab Tantangan Akselerasi Sertifikasi Jaminan Produk Halal”, di Jakarta, Sabtu (4/9/2021).
Muhadatsah dibuka Ketua Dewan Pakar MES sekaligus Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Hadir sebagai pembicara Founder Javara Indigenous Indonesia Helianti Hilman, Wakil Ketua Dewan Pakar PP MES Erani Yustika, dan anggota Dewan Pakar MES Euis Amalia. Acara dimoderatori oleh Sekretaris Dewan Pakar PP MES Suhaji Lestiadi.
Menurut Mastuki, sinergi semua pemangku kepentingan halal menjadi kunci halal capital yang besar dapat dimanfaatkan secara optimal. Sebab, tantangan akselerasi sertifikasi halal tidak terpisahkan dari tantangan penguatan ekosistem halal di Indonesia secara holistik.
“Sinergi para pemangku kepentingan halal sebagai strategi yang tepat untuk menjawab tantangan akselerasi sertifikasi halal. Hal ini sejalan dengan perintah regulasi JPH. UU Nomor 33/2014, UU Cipta Kerja, PP 39/2021 hingga PMA 26/2020, kesemuanya mengamanatkan penyelenggaraan JPH dilaksanakan secara kolaboratif dengan tugas dan fungsi masing-masing lembaga yang saling melengkapi dan interdependen”, paparnya.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Pakar MES Perry Warjiyo, mengatakan bahwa besarnya jumlah UMKM yang belum memiliki sertifikasi halal merupakan tantangan bersama untuk dicarikan solusi. Hal itu juga menjadi perhatian Dewan Pakar MES. Untuk itu, Perry mengajak agar forum-forum bersama seperti Muhadatsah digunakan untuk mencari jalan keluar, memberi solusi kongkrit terhadap pelaksanaan sertifikasi halal, utamanya bagi pelaku UMKM.
“Bagaimana membantu UMKM kita, UMKM dari negeri kita untuk ekonomi umat, memudahkan agar cepat, jos jos jos, bisa tersertifikasi (halal) juga,” kata Perry.
“Kita melihat dalam skup yang lebih luas, penyelenggaraan JPH tidak pernah terlepas dari sejumlah aspek dinamis. Di antaranya, adanya tantangan dinamika produk halal secara global, arus perubahan, intervensi pasar halal, lingkungan yang strategis, sekaligus adanya berbagai potensi peluang baru yang tentu juga sangat sayang untuk diewatkan.” kata Mastuki.
Lebih lanjut Mastuki mengungkapkan, BPJPH terus berupaya melakukan sejumlah terobosan untuk mempercepat dan meningkatkan layanan sertifikasi halal yang bersifat mandatori. Memang diakui, terdapat sejumlah faktor eksternal yang berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi kelembagaan BPJPH. Diantaranya proyeksi Indonesia sebagai produsen halal terbesar dunia, munculnya halal life-style, kesadaran halal dan preferensi masyarakat terhadap produk halal, masuknya produk bersertifikat halal dari luar negeri, hingga komplain publik terhadap layanan sertifikasi halal.
“BPJPH menjalankan fungsi administratif sekaligus sebagai regulator dan leading sector sertifikasi halal. Namun dalam melaksanakan tugas itu BPJPH harus bekerjasama dengan kementerian, lembaga, Majelis Ulama Indonesia, lembaga pemeriksa halal, perguruan tinggi, perbankan, maupun masyarakat luas. Ada puluhan institusi yang terlibat dalam jaminan halal. Tak mungkin BPJPH dapat menjalankan tugas itu sendirian”, tegasnya.
Di internal BPJPH sendiri, Mastuki menyatakan perlu penataan dalam banyak aspek. Di antaranya percepatan penyelesaian sejumlah regulasi baru JPH beserta akomodasinya terhadap potensi halal yang semakin luas. Juga terkait SDM halal yang relevan dengan kebutuhan, penyediaan infrastruktur halal baik fisik maupun jaringan, dukungan IT dalam layanan sertifikasi halal, tata kelola BPJPH sebagai Badan Layanan Umum (BLU), hingga optimalisasi program dengan keterbatasan anggaran.
“Semua upaya tersebut, baik yang kami lakukan secara internal di BPJPH maupun dalam kaitan eksternal bersama pemangku kepentingan halal, berjalan secara simultan. Sebab kesemuanya saling melengkapi satu sama lain secara interdependensi,” jelas mantan juru bicara Kemenag tersebut.