MAN 2 Rembang – Program tahfidz merupakan program yang akan melahirkan SDM dengan nilai lebih. Jika hanya menguasai sains dan teknologi, maka tidak akan ada bedanya lulusan MAN dengan SMA. Program ini akan menghasilkan “insan berkaki dua”.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Mohammad Nasih saat kunjungannya di MAN 2 Rembang pada hari Kamis 26 Februari 2023 kemarin. Nasih merupakan salah satu lulusan tahun 1998 yang juga merupakan seorang panghafal al-Qur’an.
Menurutnya, satu kaki adalah ilmu alam dalam pengertian yang luas, dan kaki kedua adalah firman. Saat ini, pada umumnya, SDM kita yang mengerti agama tidak paham sains dan tidak punya ketrampilan hidup. Sebaliknya, yang menguasai sains dan punya ketrampilan hidup, tidak paham agama yang salah satu sumber utamanya adalah al-Qu’an.
Ia berkunjung ke MAN 2 Rembang dalam urusan administratif berkaitan dengan ijazah dan cukup senang bisa kembali ke almamater. Baginya, MAN 2 Rembang merupakan salah satu mata rantai dalam proses perkembangan hidupnya, terutama dalam hal intelektual.
Nasih menambahkan, menjamurnya program tahfidz di sekolah maupun madrasah saat ini sejalan dengan idenya. Menurutnya, untuk menjadi seorang intelektual atau ilmuwan muslim, harus hafal al-Qur’an.
“Saya buka sedikit, saya yang meminta Pak Rektor Universitas Indonesia (UI), waktu itu Pak Prof. Muhammad Anis untuk membuka jalur penerimaan khusus bagi para penghafal al-Qur’an,” imbuh Nasih.
Maka saat ditanya tentang tahfidz di MAN 2 Rembang, ia tidak hanya setuju namun juga akan support full jika diperlukan. Nasih menyatakan siap diundang untuk sharing pengalaman menghafal al-Qur’an.
“Jika ada siswa-siswi MAN 2 Rembang peserta program tahfidz ini kuliah di Semarang seperti Undip, UIN, atau Unnes bisa masuk pesantren saya, gratis,” tandasnya.
Bagi Nasih, program tahfidz ini harus terus dikembangkan dengan metodologi dan cara-cara baru yang relevan dengan perkembangan zaman.
Apalagi sekarang ini, perkembangan teknologi banyak membantu mempermudah kehidupan kita, termasuk dalam hal menghafalkan al-Qur’an. Kita tidak boleh alergi pada hal-hal baru.
“Untuk itu, program tahfidh ini harus terus diperkuat orang-orang yang berpikiran terbuka dan berorientasi jauh ke depan,” pungkas Nasih.
Mohammad Nasih berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’an saat masih menjadi siswa MAN 2 Rembang (saat itu bernama MAN Lasem) dalam waktu 1,5 tahun sekaligus menadi santri di Ponpes An-Nur Lasem.
Saat ini ia merupakan dosen di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ. Selain menjadi dosen Nasih juga merupakan pendiri Rumah Perkaderan Monash Institute Semarang dan Sekolah Alam Planet NUFO Mlagen Rembang.
Di dunia organisasi ia banyak berkecimpung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari tingkat Komisariat sampai Pengurus Besar. Dalam hal pendidikan al-Qur’an ia mengenalkan metode untuk memudahkan hafalan al-Qur’an yang dinamai ABAH (Artikan Baru Hafalkan).
Kontributor: Mohammad Qomarul Huda
Editor: Shofatus Shodiqoh