Rembang—Para penyuluh agama diminta untuk memahami gejolak sosial yang timbul di masyarakat. Sebab gejala tersebut bisa saja menimbulkan konflik. Oleh karena itu, harus ditangani secara dini.
Demikian dikemukakan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang, Atho’illah dalam acara Rapat Koordinasi dengan Tokoh Agama yang diselenggarakan oleh Seksi Bimas Islam, Selasa (9/8) di aula Kankemenag Kabupaten Rembang.
Menurut Atho’illah, beberapa tahun terakhir ini sudah terjadi peristiwa yang menunjukkan intoleransi antar umat beragama. Seperti perusakan tempat ibadah, pelanggaran aktivitas keagamaan, diskrimininasi atas nama agama, dan pemaksaan keyakinan.
“Tokoh agama dan para penyuluh harus berperan serta untuk menanggulangi dan mencegahnya,” tandas Atho’illah.
Sementara Kasi Bimas Islam, M. Mahmudi mengatakan, seiring berkembangnya paham dan aliran keagamaan, muncul gerakan-gerakan keagamaan baru (New Religious Movement) di dunia, termasuk di Indonesia, terutama pasca reformasi sebagai euforia kebebasan. Misalnya, gerakan Salamullah (Lia Eden), Al-Haq, Komunitas Millah Abraham (KOMAR), Salafi Jihadis, dan terakhir kasus Gafatar. Juga faham radikalisme, khilafah, dan juga liberal yang menjadi kontroversi.
Dikemukakan Mahmudi, beberapa hal yang bisa menjadi solusi atas berbagai persoalan tersebut yaitu, memberikan sosialisasi Peraturan Bersama Menag dan Mendagri tentang pembinaan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah, pemberdayaan rumah ibadah secara multifungsi, menghidupkan organisasi remaja masjid dan rumah ibadah lainnya, penguatan majlis ta’lim berperspektif kerukunan, mengembangkan dialog antar tokoh agama, kampanye budaya damai dan hidup rukun, pengembangan budaya toleransi, pelurusan makna jihad, dan intensifikasi Bakorpakem, penguatan kerjasama sosial kemanusiaan lintas agama, dan pemberdayaan FKUB.—Shofatus Shodiqoh